BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
            Saat ini tindak pidana kekerasan seksual merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. banyak sekali pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan kejadian tantang kekerasan seksual. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, kejahatan pemerkosaan akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya. Tindak pidana kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat.
            Di Indonesia kasus kekerasan seksual  setiap tahun mengalami peningkatan, korbanya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak bahkan balita. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan sekitar  sendiri.
            Semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual di Indonesia, Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) yang diketuai oleh  Arist Merdeka Sirait mengangkat wacana “Darurat Nasional Kekerasan Seksual Pada Anak” dia mengatakan perang terhadap kekerasan seksual pada anak.
            Kejahatan seksual bagi korbanya adalah kejahatan yang dilakukan seumur hidup, dimana korbanya mengalami trauma yang berkepanjangan apa lagi yang jadi korbanya adalah anak-anak yang dibawah umur, yang merupakan generasi penerus bangsa.
Yang terbaru saat ini adalah maraknya kasus pedofilia yang menjadi bahan topic media cetak sekarang. Orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun,sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan impuls seks terhadapanak dan fantasi maupun kelainan seks tersebut mengganggu si anak
            Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal sebagai penduduk yang ramah, sopan, dan memiliki budaya yang diakui dunia kini sudah terkikis, dengan makin banyaknya kekerasan, pemerkosaan, konflik dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, ras, budaya dan suku.
            Dari rentetan kejadian tersebut, apakah sudah sedemikian rendahnya moral dan etika serta norma bangsa ini, masyarakat sudah tidak merasakan kenyamanan dan keamanan di lingkunganya sendiri kerana bahaya kriminalitas sudah mengancam, bahkan lingkungan keluarga yang sebagai sandaran hidup sudah mulai tidak aman lagi. pemerintah sebagai pemangku kebijakan seolah tidak berdaya menghadapi masyarakatnya  yang sudah krisis moral, pemerintah seakan-akan membiarkan para pelaku kejahanan seksual dihukum dengan hukuman yang ringan dan tidak adanya solusi untuk menghindari  kejadian tersebut terulang kembali.
            Dari latar belakang diatas penulis tertarik mengambil judul “Efek Pedolifia terhadap Lingkunag pada Anak-anak dan Orang Dewasa”

2.      Identifikasi Masalah
a. Apa yang dimaksud Pedolifia
b. Apa orang dewas itu
c. Bagaimana efek pedolifia terhadap lingkungan anak
b. Bagaimanakah cara untuk menghidari kejahatan seksual kepada anak
c. Bagaimanakah kejahatan seksual pada anak dalam kajian etika, norma dan moralitas


BAB II
PEMBAHASAN



2.1.   Apa Itu Pedolifia

Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual yangmelibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun,sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan impuls seks terhadapanak dan fantasi maupun kelainan seks tersebut mengganggu si anak.
Di antara kasus parafilia yang dikenali, pedofilia adalah jauh lebih sering dibandingkandengan yang lainnya. pedofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, tetapi tidak ada informasi yangpasti tentang prevalensinya. Adanya prostitusi terhadap anak-anak di beberapa negara dan maraknya penjualan materi-materi pornografi tentang anak-anak, menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan seksual terhadap anak tidak jarang. Meskipun demikian, pedofilia sebagai salah satu bentuk perilaku seksual diperkirakan tidak secara umum terjadi.
Penyebab dari pedofilia belum diketahui secara pasti. Namun pedofilia seringkali menandakan ketidak mampuan berhubungan dengan sesama dewasa atau adanya ketakutan wanita untuk menjalin hubungan dengan sesama dewasa. Jadi bisa dikatakan sebagai suatu kompensasi dari penyaluran nafsu seksual yang tidak dapat disalurkan pada orang dewasa.Kebanyakan penderita pedofilia menjadi korban pelecehan seksual pada masa kanak-kanak.
Berdasarkan DSM-IV, seseorang dikatakan sebagai penderita pedofilia bila :A. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secaraseksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas seksualdengan anak pre-pubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang).B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermaknasecara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.C. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua darianak-anak yang menjadi korban.

2.2 Apa pengertian Orang Dewas

Definisi dewasa bisa amat bervariasi, tergantung dari sudut mana orang memandangnya dan kriteria penilaian nya. Di Amerika, dewasa berarti mandiri secara finansial, telah menyelesaikan pendidikanformal dan berkeluarga. Dari survei yang diadakan oleh National Opinion Research Center dari University of Chicago, rata-rataorang Amerika mencapai kedewasaan pada usia 26 tahun.Partisipan survei berjumlah 1.399 orang dengan usia di atas18 tahun. Mereka percaya bahwa proses kedewasaan dimulai padausia awal 20-an dan membutuhkan waktu lima tahun untuk bisadisebut dewasa secara formal.
Hasil survei juga mengungkapkan bahwa proses pendewasaan akan melalui tahapan sebagai berikut: Usia 20,9 tahun mulai membiayaidiri sendiri; 21,1 tahun tidak lagi tinggal sama orang tua; 21,2 tahun sudah punya pekerjaan tetap; 22,3 tahun selesai kuliah; 24,5menyokong keuangan berkeluarga; 25,7 tahun menikah; 26,2 tahun mempunyai anak pertama. Hampir semua responden setuju mengenai ketujuh transisi yang harus dilalui untuk menuju kedewasaan. Namun ada perbedaan cukup besar pada tahapan menikah dan punya anak, yaitu :
·       Manusia adalah mahluk sosial yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secarafisik maupun psiki.
·       Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yangdapat dikembangkan secara nyata. Selanjutnya 
·       Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya .
Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakekatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri,yang sudah tersimpan seagai potensi bawaannya .Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.Umur dewasa ketika mencapai angka yang aman adalah sekitar umur 26 tahun, sehingga ketika umur mencapai 20 tahunmaka akan terlihat perubahan pola berpikir namun pola berpikir dalam tahap ini masih labil. Karena pada umur antara 20-25 tahun merupakan masa transisi antara remaja akhir menuju dewasa awal.
Adapun ciri-ciri kedewasaan adalah sebagai berikut:
 Menghargai orang lain
 Sabar
 Penuh daya tahan
 Sanggup mengambil keputusan
 Menyenangi pekerjaan
 Menerima tanggung jawab
 Percaya pada diri sendiri
 Memiliki rasa humor
 Memiliki kepribadian yang utuh
 Seimbang

2.3 Efek Pedofilia Terhadap lingkunag anak

REPUBLIKA.CO.ID, kekerasan seksual terutama kasus Pedofilia terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa, kata Psikolog Irna Minauli. "Trauma akibat kekerasan seksual pada anak ini akan sulit dihilangkan kalau tidak secepatnya ditangani oleh ahlinya," katanya di Medan Rabu, menanggapi banyaknya terjadi kekerasan seksual terhadap anak di beberapa daerah. Ia mengatakan bahwa anak yang mendapat kekerasan seksual, dampak jangka pendeknya akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan.
Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.
Untuk itu solusi yang terbaik, kata Irna, dari penangan medis janganlah hanya sebatas kesembuhan saja, tetapi juga pada psikologinya dan dilakukan dengan secara berkala atau intensif. "Namun yang membuat miris, sebagian besar pelaku kekerasan seksual pada anak itu masih berkeliaran bebas karena tidak adanya pengaduan. Ini tentunya sangat kita sayangkan karena bisa jadi pelaku justru melakukan perbuatan yang sama pada anak lainnya karena tidak ada efek jera," katanya.
Menurut Data pengaduan yang diterima Komisi Penanggulangan Anak Indonesia (KPAID) Sumut selama tahun 2012 tercatat kekerasan seksual terhadap anak mencapai 46 kasus atau sekitar 27.4 persen dari 171 pengaduan yang diterima.
Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID Sumut, Muslim Harap mengatakan bahwa tingginya angka kekerasan seksual yang dialami anak disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kurang maksimalnya peran penyelenggara negara dalam memberikan perkembangan hak terhadap anak. "Bahkan, dukungan masyarakat saat ini masih katagori seremonial dan kurang adanya aksi," ujarnya. Lemahnya koordinasi penyelenggara negara terkait pentingnya perlindungan anak, juga menjadi penyebab tingginya kekerasan seksual terhadap anak. "Sejauh ini, masih banyak pemberitaan kekerasan seksual terhadap anak di Sumatera Utara. Beberapa kasus bahkan berhenti di tengah jalan karena adanya perdamaian. 
Kondisi ini tentu saja tidak memberikan efek jera bagi pelaku sehingga tidak takut untuk melakukan kekerasan seksual, terutama bagi
anak.

               Dengan berbagai kasus yang terjadi dari tahun 2012 sampai januari 2013 dengan kerban yang terus meningkat setiap tahunnya,  penulis setuju dengan yang di ucapkan oleh ketua komnas perlindungan anak Arist Merdeka Sirait bahwa Negara Indonesia menyatakan perang terhadap para pelaku pemerkosaan dengan “Darurat Nasional Kekerasan Seksual Pada Anak” dan menuntut pemerintah harus serius dan tegas dalam menindak para pelaku Pedofilia.

3.4.   Cara  Menghindari Kejahatan Seksual Pada Anak

               Di sadari atau tidak akhir-akhir ini memeng marak di beritakan di media massa kasus-kasus kekerasan seksual pada anak terutama kasus Pedofilia. Modus dan prilaku yang melakukan kekerasan tersebut bermacam-macam. Sementara itu korban biasanya mempunyai perubahan sikap dari yang tadinya periang menjadi murung. Korban juga tidak mau menceritakan kasus yang menimpa dirinya lantaran mendapat ancaman atau intimidasi dari pelaku. Selain itu dalam jangka panjang, kondisi psikis korban mengalami gangguan.
               Tidak menutupi kasus-kasus seperti ini menimpa keluarga kiat, untuk itu sebagai orang tua mutlak meningkatkan kewaspadaan tersebut waspada pada keluarga, kerabat atau saudara, teman atau tetangga karena tidak sedikit kasus kekerasan seksual pada anak di lakukan oleh orang dilingkungan sekitar. Selain waspada perlu di lakukan pencegahan agar kasus tersebut tidak terjadi. Pencegahan sejak dini yang perlu dilakukan diantaranya adalah
1. Selalu memberitahukan kepada anak untuk tidak mudah menerima makanan atau uang dari orang lain
2.  Jika anak pergi bermain harus sepengaetahuan dan seizing orang tua, pengawasan orang tua ketika anak bermain mutlak dilakukan
3. Pilih pakaian anak yang tidak mengundang rangsangan untuk melakukan tindakan pelecehan seksual
4.  Tidak melihat tayangan atau gambar yang bersifat pornografi pada anak
5.  Jika sibuk sebaiknya anak dititipkan pada orang yang dipercaya misalnya orang tua dan tidak sembarangan memberikan anak untuk diasuh orang lain

Tentunya masih banyak lagi yang perlu dilakukan oleh orang tua untuk terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sebagai orang tua satu hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui kondisi sosial lingkungan dan perkembangan anak itu sendiri

3.5. Bagaimana Kejahatan Seksual Pada Anak Dalam kajian Etika, Norma Dan Moralitas
1. Etika
               Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
            Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
            Jika kita melihat pada definisi kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang telah diperbaharui (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), arti dari kata ‘etika’ ialah: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
Ø  Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
Ø  Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

2. Norma
               Norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret
               Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis

Berikut ini adalah macam-macam norma:
a.       Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, dan anjuran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Para pemeluk agama mengakui dan mempunyai keyakinan bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari Tuhan dan merupakan tuntutan hidup ke arah jalan yang benar, oleh sebab itu harus ditaati oleh para pemeluknya. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapatkan hukuman di akhirat nanti.
b.      Norma hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh negara dengan hukuman tegas dan memaksa sehingga berfungsi mengatur ketertiban dalam masyarakat. Norma hukum digunakan sebagai pedoman hidup yang dibuat oleh badan berwenang untuk mengatur manusia dalam berbangsa dan bernegara. Hukuman yang dikenakan bagi pelanggarnya telah ditetapkan dengan kadar hukuman berdasarkan jenis pelanggaran yang telah dilakukan.
c.       Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia. Peraturan itu ditaati dan diikuti sebagai pedoman tingkah laku manusia terhadap manusia lain di sekitarnya. Hukuman terhadap norma kesopanan berasal dari masyarakat yaitu berupa celaan, makian, cemoohan, atau diasingkan dari pergaulan di masyarakat tersebut.
d.      Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang datang dari hati sanubari manusia. Peraturan tersebut berupa suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan. Hukuman bagi pelanggaran terhadap norma kesusilaan berupa penyesalan diri dan rasa bersalah.

3. Moral
               Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat.
               Selain itu arti kata moral dapat kita temukan juga di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Makna moral berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) diantaranya:
*      (Ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; Akhlak; Budi pekerti; Susila
*      Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki dan daya tempur yang tinggi;
*      Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dr suatu cerita Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah

4. Kekerasan Seksusal Pada Anak Dalam Kajian Etika, Norma Dan Moralitas
              Kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku pemerkosaan merupakan pelanggaran atika, norma dan moralitas yang terjadi di Negara bahkan didunia. Kejahatan seksual bisa dikatakan kejahatan kemanusiaan yang amat biadab, karena korbanya akan menderita seumur hidup dan trauma yang berkepanjangan apabila tidak adanya penenganan dari pihak-pihak yang terkait. Pelaku kejahatan seksual pada anak mencirikan mereka tidak mempunyai moral yang biak, kerena anak adalah titipan dan amanah yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara bahkan sampa tingkat dunia seperti yang tercantum didalam Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Ini
              Dalam ajaran agama pun di ajarkan tentang perindungan yang amat penting terhadap anak, betepa mulia dan berharganya kedudukan anak menjadikan anak adalah prioritas terpenting bagi keberlangsungan kehidupan yang lebih baik, kalau generasi kita diperlakuakan dengan kekerasan,dan trauma yang membawanya  sampai dia dewasa maka kedepan anak-anak bangsa ini tidak memiliki prioritas masa depan yang baik.
   

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
            Tahun 2013 ancaman kejahatan seksual pada anak semakin meningkat, diawal tahun ini terutama kasus kejahatan seksual dan pedofilia.  Negara, masyarakat Indonesia bahkan dunia dikejutkan dengan makin maraknya pemerkosaan, pelecehan seksual, terhadap anak kuhusnya anak dibawah umur yang dilakukan oleh pelaku bahkan orang yang ada disekitarnya.
            Media massa baik cetak maupun elektronik semakin intens memberitakan tentang kejadian–kejadiaan yang pemerkosaan, kekerasan seksual, kasus pedofilia serata kemanan dan kenyamananan sudah tidak lagi dirasakan oleh masyarakat Indonesia apalagi yang mempunyai anak perempuan, anak kecil yang usianya masih dibawah 12 tahun, remaja bahkan balita merasakan kecemasan akan keselamatan anak-anaknya.
            Pemerintah selaku pemengku kebijakan mempunyai kewajiban melindungi warganya terhadap berbagai ancaman dan teror yang menghantui masyarakat. Sesuai dengan undang –undang dimana Negara menjamin keamanan dan ketentaman setiap warganya, serta undang-undang perlindungan anak , dimana Negara melindungi keamanan anak-anak Indonesia dari bahaya-bahaya yang mengancam.
            Keluarga diharapkan senantisa waspada dan lebih memperhatikan lagi akan menjaga anak-anaknya, karena ancaman kejahatan seksual bisa terjadi dimana saja baik dari lingkungan keluarga, bahkan masyarakar sekitar kita
Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual yangmelibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun,sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan impuls seks terhadapanak dan fantasi maupun kelainan seks tersebut mengganggu si anak.
Maka dari itu sebagai orang tua harus waspada dengan orang sekitar, guru serta teman main, diharapkan semua phak memahami situasi dan kondisi dan harus melakukan hala-hal sebagai berikut :
1. Selalu memberitahukan kepada anak untuk tidak mudah menerima makanan atau uang dari orang lain
2.  Jika anak pergi bermain harus sepengaetahuan dan seizing orang tua, pengawasan orang tua ketika anak bermain mutlak dilakukan
3. Pilih pakaian anak yang tidak mengundang rangsangan untuk melakukan tindakan pelecehan seksual
4.  Tidak melihat tayangan atau gambar yang bersifat pornografi pada anak
5.  Jika sibuk sebaiknya anak dititipkan pada orang yang dipercaya misalnya orang tua dan tidak sembarangan memberikan anak untuk diasuh orang lain

Saran Dan Rekomensdasi
·         Pemerintah harus lebih tegas terhadap pelaku kasus Pedofilia pada anak.
·         Perlunya pembinaan akhlak dengan mengadakan pengajian, dan kagiatan-kagiatan sosial lainya bagi masyarakat untuk merubah prilaku-prilaku buruk yang meuncul dikalangan masyarakat
·      Sosialisasi dan perlindungan hukum bagi korban pedofilia dalam memulihkan rasa traumnya psikisnya dan anak kembali normal dalm lingkungan sosialnya
·      Ruang-ruang public perlu diperketat lagi keamanannya agar menghindari pelecehan seksual




DAFTAR PUSTAKA

v  Fatimah,Enung, 2010. “Psikologi Perkembangan”, Bandung: Pustaka Setia
v  Rahmat, Jalaluddin, 2008.”Psikologi Komunikasi”, Bandung: Rosdakarya
v  http///www.kompas.co.id, diundu , 25 januari 2013
v  http///www. Republika.co.id, diundu ,25 januari 2013
v  http/www.tempo.co.id,diundu, 2 februari 2013
v   m.hidayatullah.com 2014
v  http//www.TEMPO.CO, Jakarta, Senin 5 Mei 2014

v  Muh. Nurhidayat, Pedofilia dan Derita Anak-Anak Indonesia, 2012

v  Muhammad Zainuddin , 2007, “Kebijakan Hukum pidana dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Pedofilia”, Undip : Semarang
v  Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak Jakarta:Penerbit Nuansa,Emmy Soekresno S. Pd.(2007)..
v  Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual. 2002.


Advertisement

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top